facebook

Monday 24 March 2014

GURU MULIA = GURU SESUNGGUHNYA

Menjadi guru adalah panggilan hati sehingga hanya orang-orang yang berjiwa mulialah yang pantas menyandang predikat sebagai guru. Seorang guru mengemban tugas yang sangat “berat” yaitu untuk mendidik dan membimbing anak didiknya supaya memiliki karakter dan kompetensi yang baik nan kuat. Maka pantaslah memang hanya orang-orang yang sudah memiliki jiwa mulialah yang bisa menjadi guru sesungguhnya.
Menjadi guru memang tak semudah membalikkan telapak tangan karena memiliki amanah yang “berat”. Tetapi kita juga harus tetap optimis untuk menjadi guru yang sesungguhnya di negeri ini. Bagaimana nasib bangsa kita ke depan kalau tak memiliki guru yang sesungguhnya? Ingat!! Masa depan bangsa kita ke depan berada “dipundak” anak-anak didik kita. Kita bisa mengerahkan segala apa yang kita punya untuk memberikan yang terbaik kepada anak didik kita.
Firman Allah dalam QS Surat Ar-Rad ayat 11 yang menyebutkan bahwa“ Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”. Ayat tersebut memberikan “sinyal” kepada kita bahwa perubahan itu sebenarnya terletak dari diri kita sendiri. Ketika kita memiliki jiwa yang mulia maka lingkungan disekitar kita pun akan dipenuhi dengan kemuliaan. Begitupun orang yang hatinya terpanggil untuk menjadi guru maka harus senantiasa belajar memperbaiki dirinya terlebih dahulu supaya dapat “tertularkan” kepada anak didiknya. Ketika guru memiliki jiwa yang mulia maka anak didiknya pun akan memiliki jiwa yang mulia. Anak didik adalah cerminan dari gurunya.
Ada contoh kasus “menarik” yang terjadi di suatu sekolah. Disekolah itu ada suatu kelas yang anak didiknya itu sukanya ribut terus. Ketika gurunya mengajar, anak didiknya tak memperhatikan bahkan membuat kegiatan yang lain seperti malah ngobrol dengan sesama temannya, berkelahi sama temannya dan lain-lain. Sontak saja keadaan kelas yang seperti itu membuat guru yang mengajarnya stres. Tak kuat menahan emosi guru tersebut marah-marah sambil menggunakan penggarisnya untuk dipukul-pukul ke papan tulis. Setelah itu guru tersebut pun sampai meninggalkan kelasnya karena tak mau melanjutkan pembelajaran lagi. Lalu, pantaskah seorang guru melakukan hal tersebut?
Contoh kasus di atas yang dilakukan oleh guru itu tidak akan pernah dilakukan oleh guru yang berjiwa mulia. Ia tidak akan lari dari tanggung jawabnya untuk mengajar. Mau belajar bersama siapa lagi anak-anak di kelas kalau bukan bersama gurunya? Guru yang berjiwa mulia pasti akan memberikan perhatian terus terhadap kondisi kelas yang seperti itu. Ia akan terus bersabar dan berikhtiar untuk memperbaikinya. Mungkin dia harus memperbaiki metode pembelajaran yang ia lakukan sehingga memfasilitasi semua gaya belajar anak didiknya. Atau mungkin juga guru tersebut perlu memperbaiki manajemen kelasnya.
Guru yang berjiwa mulia adalah guru yang sesungguhnya.  Guru tersebut adalah guru yang mengajar dengan hati bukan berdasarkan materi semata. Hatinya akan selalu terpanggil untuk memberikan yang terbaik kepada setiap anak didiknya. Setiap proses pembelajaran akan bermakna untuk anak didiknya jika “dipegang” oleh guru yang berjiwa mulia.





0 comments:

Post a Comment