“Kurikulum!!”...Itulah sebuah kata yang
memiliki arti yang sangat dalam karena digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Di dalam
sistem pendidikan tahun 2015 sekarang, ada dua kurikulum yang diberlakukan pemerintah
yakni KTSP 2006 dan Kurikulum 2013. (“Waaaaww!!
Ada dualisme kurikulum. Seperti partai politik saja..hehehe”).
Kurikulum yang terbaru adalah Kurikulum 2013. Tetapi
sekolah yang belum siap menggunakan Kurikulum 2013 dapat menggunakan kurikulum
KTSP 2006. Hal ini disebabkan karena pemerataan pembangunan pendidikan yang
belum merata di setiap daerah. Setiap kebijakan yang dipilih pemerintah pasti
akan memberikan konsekuensi yang berbeda-beda di setiap daerah. Inilah uniknya
negara kita, banyak dengan keberagaman perbedaan. Kita harus senantiasa
mensyukuri perbedaan ini, bukan malah saling menyalahkan. Perbedaan adalah
anugerah yang diberikan oleh Allah SWT.
Secara konsep, kedua kurikulum tersebut sudah
mengakomodasi kebutuhan yang ada di setiap satuan pendidikan. Kurikulum
tersebut memberikan otonomi yang seluas-luasnya kepada setiap satuan pendidikan
untuk menyusun dan mengembangkan kurikulumnya sesuai dengan potensi sekolahnya
masing-masing. Potensinya itu bisa berupa potensi SDM, SDA, budaya dan historis.
Berbeda dengan kurikulum KBK 2004 dan kurikulum tahun-tahun sebelumnya yang
lebih bersifat sentralistis.
Tetapi walaupun otonomi kurikulum pendidikan sudah
digulirkan, apakah sekolah sudah siap menghadapi kurikulum yang bersifat
desentralistis tersebut? Kurikulum sudah dibuat sangat canggih, tetapi kenapa
kualitas sekolah-sekolah masih jalan ditempat saja?
Guru sebagai pelaksana pembelajaran di kelas harus
memiliki kompetensi yang baik dalam mengembangkan kurikulum. Meskipun kurikulum
berganti-ganti tetapi guru tersebut tidak boleh apatis dan harus selalu siap
menghadapi perubahan-perubahan yang ada. Hal ini sebagai konsekuensi dari
kurikulum yang bersifat desentralistis dan posisi guru sebagai pelaksana
pembelajaran. Jangan menjadi guru yang bermasalah karena secanggih apapun kurikulum, kalau gurunya bermasalah maka pendidikan
pun bermasalah. Kalau pendidikan bermasalah maka bangsa Indonesia pun akan bermasalah.
Selain itu, perlu juga adanya
kerjasama yang baik antara stakholder
yang ada dalam menyusun dan mengembangkan kurikulum yang ada. Hal ini perlu
dilakukan supaya kurikulum yang disusun tersebut dapat berjalan dengan optimal
karena mengakomodasi aspirasi dari berbagai pihak. Penyusunan dan pengembangan
kurikulum bukan saja tanggung jawab guru.
Dengan adanya kurikulum yang bisa
dikembangkan kembali oleh satuan pendidikan, maka ini adalah sebuah kesempatan
yang diberikan oleh pemerintah untuk memunculkan keunggulan-keunggulan yang khas
disetiap sekolah. Keunggulan-keunggulan yang ada disetiap sekolah itu berbeda-beda,
ditambah lagi jumlah sekolah pun sekarang sudah banyak. Menurut data yang
diambil dari Kemdikbud pertanggal 07/01/2012
jumlah total Sekolah Dasar (SD) saja sudah mencapai 148.361 sekolah. Apabila disetiap
sekolah tersebut berhasil mengembangkan kurikulumnya dengan baik, maka negara
kita akan kaya dengan perbedaan. Inilah yang disebut dengan anugerah dari
perbedaan. Setelah kurikulum dikembangkan dengan baik, maka harus
diimplementasikan juga dengan baik. Kalau berhenti di tataran konsep tanpa
aplikasi maka ini yang disebut dengan “bencana”.
Intinya adalah meskipun kurikulum terus berganti
tetapi kita tidak boleh apatis dalam menyikapi perubahan. Kita harus senantiasa
siap dalam menghadapinya. Kurikulum yang bersifat desentralistis ini memberikan
kesempatan kepada sekolah dalam memunculkan keunggulan-keunggulan yang ada di
setiap sekolah. Ketika keunggulan-keunggulan tersebut diraih, maka kualitas
sekolah pun akan meningkat sesuai dengan ciri khas nya masing-masing. Jangan
hanya menyalahkan pemerintah yang “doyan” mengganti kurikulum, karena hal itu
tidak akan menyelesaikan masalah. Semuanya tergantung dari cara kita sebagai
pendidik dalam menyikapinya.
0 comments:
Post a Comment