Pernahkah kita sebagai
pendidik yaitu orang tua ataupun guru memperhatikan kegiatan apa yang sering
dilakukan oleh anak khususnya di sekolah ataupun di rumah? Kegiatan apa yang membuat anak merasa senang
dan penuh totalitas untuk melakukannya?
Saya pernah
memperhatikan kegiatan yang sering dilakukan oleh anak-anak khususnya di
sekolah dasar. Saya memperhatikan kegiatan anak-anak ketika waktu istirahat
tiba. Anak-anak sangat “girang” sekali ketika waktu istirahat tiba. Ada anak
yang jajan di kantin dan ada pula anak yang bermain dengan teman-temannya.
Setiap hari perhatian saya tidak luput untuk memperhatikan anak-anak yang
sangat antusias sekali ketika bermain saat istirahat. Sampai-sampai suasana
sekolah “riuh” dan riang sekali dengan suara anak-anak yang sedang bermain dan
berlarian kesana kemari dengan teman-temannya.
Menghadapi situasi
seperti itu para guru pun selalu menasihati anak-anak yang suka berlarian
dengan mengatakan “Jangan lari !! jangan lari !! nanti kalian jatuh !!”.
Nasihat yang dilontarkan guru tersebut tak dihiraukan oleh anak-anak. Tak
jarang guru pun sampai memarahi anak yang suka berlarian. Tetapi meskipun
demikian anak-anak tetap saja bermain dan berlarian. Suatu ketika ada anak yang
jatuh karena berlari sampai-sampai kepalanya berdarah karena terbentur dengan
tembok dan dibawa juga ke puskesmas. Tetapi hal itu tidak lantas
menghentikannya untuk berhenti bermain dan berlari karena setelah dia sembuh
dia bermain dan berlari kembali.
Kejadian tersebut pun “mengelitik”
pemikiran saya bahwa sungguh suatu semangat dan antusiasme yang sangat tinggi
yang dilakukan oleh anak-anak dalam kegiatan bermain. Pernahkah kita berpikir
sebagai pendidik untuk memanfaatkan dunia bermain anak untuk pembelajaran. Dunia
anak adalah dunia bermain. Sehingga hal tersebut memberikan pelajaran kepada
setiap pendidik yakni orang tua dan guru untuk “mengemas” pembelajaran yang
sesuai dengan dunia anak yakni dunia bermain. Bermain yang bertujuan untuk
belajar adalah cara belajar terbaik yang sesuai dengan dunia anak. Anak akan
terus antusias, enjoy dan happy dalam mengikuti setiap proses pembelajaran yang
“dikemas” dalam suasana bermain. Mereka penuh dengan totalitas ketika mengikuti
kegiatan bermain. Nah, disinilah tugas para pendidik. Bagaimana mereka bisa
membuat pembelajaran yang dikemas seolah-olah anak didiknya sedang bermain?
Anak akan selalu antusias bermain padahal secara tidak sadar mereka sedang
belajar juga.
Kita sebagai pendidik
harus memahami bahwa anak kita senang akan permainan. Sehingga ketika ada anak
yang sukanya berlari-lari, bermain, mengacak-ngacak barang-barang dirumah maka
jangan memarahinya karena dunia anak adalah dunia bermain. Kodrat kegiatan yang
dibawa anak-anak adalah bermain. Orang tua dan guru harus memahami dunia anak.
Jangan melarang anak-anak untuk berhenti bermain. Apabila hal itu kita lakukan
maka kita telah melawan kodrat anak kita yang senang bermain.
Ada pernyataan menarik
dari seorang pendidik yang mengatakan bahwa “Pendidik tersebut sudah melakukan
permainan dalam pembelajaran. Tetapi anak-anak malah banyak mainnya, bukan
malah belajar”. Kejadian seperti itu memberikan pengertian bahwa sebetulnya
pendidik tersebut sudah sukses di tahap awal untuk membuat anak merasa enjoy
dan senang. Tantangan selanjutnya adalah pendidik tersebut harus bisa memanage
kembali permainannya supaya dapat membelajarkan anak.
Kita sebagai pendidik
harus terus membimbing anak dengan ikut bermain bersama anak. Buku karya Bobbi
De Porter yang berjudul Quantum Learning mengajarkan kepada pendidik tentang
cara mengajar yang efektif yakni dengan masuk ke dunia anak yang mereka sukai
supaya mereka senang. Nah, setelah kita sudah masuk ke dunia anak dan mereka
sudah merasa senang maka kita sebagai pendidik tinggal mengantarkan dunia anak
ke dunia kita. Kita antarkan dunia bermain anak untuk proses pembelajaran. Kita
sisipkan pembelajaran disetiap permainan tersebut. Contohnya ketika ada anak
yang suka mengacak-ngacak barang di rumah maka kita bisa sisipkan pembelajaran
karakter misalnya tanggung jawab. Jadi, setelah anak selesai mengacak-ngacak
barang maka kita bisa mengajaknya untuk membereskan kembali barang-barang
tersebut ketempatnya masing-masing. Nah, disini anak sudah belajar untuk
bertanggung jawab dalam merapikan kembali barang-barangnya.
Jadi, Bermain yang
bertujuan untuk belajar adalah cara belajar terbaik untuk anak. Dunia anak
adalah dunia bermain, sehingga jangan heran lagi ketika ada anak di rumah, di
sekolah, dikelas ataupun di mana saja banyak melakukan aktivitas bermain. Anak
akan merasa terus bersemangat dan antusias ketika mengikuti pembelajaran yang “dikemas”
seolah-olah mereka sedang bermain. Itulah pendidikan humanis yang sesuai dengan
kodrat anak. Tentunya pendidikan yang memanusiakan manusia.
0 comments:
Post a Comment