facebook

Tuesday 7 October 2014

DUNIA ANAK = DUNIA BERMAIN

Pernahkah kita sebagai pendidik yaitu orang tua ataupun guru memperhatikan kegiatan apa yang sering dilakukan oleh anak khususnya di sekolah ataupun di rumah?  Kegiatan apa yang membuat anak merasa senang dan penuh totalitas untuk melakukannya?
Saya pernah memperhatikan kegiatan yang sering dilakukan oleh anak-anak khususnya di sekolah dasar. Saya memperhatikan kegiatan anak-anak ketika waktu istirahat tiba. Anak-anak sangat “girang” sekali ketika waktu istirahat tiba. Ada anak yang jajan di kantin dan ada pula anak yang bermain dengan teman-temannya. Setiap hari perhatian saya tidak luput untuk memperhatikan anak-anak yang sangat antusias sekali ketika bermain saat istirahat. Sampai-sampai suasana sekolah “riuh” dan riang sekali dengan suara anak-anak yang sedang bermain dan berlarian kesana kemari dengan teman-temannya.
Menghadapi situasi seperti itu para guru pun selalu menasihati anak-anak yang suka berlarian dengan mengatakan “Jangan lari !! jangan lari !! nanti kalian jatuh !!”. Nasihat yang dilontarkan guru tersebut tak dihiraukan oleh anak-anak. Tak jarang guru pun sampai memarahi anak yang suka berlarian. Tetapi meskipun demikian anak-anak tetap saja bermain dan berlarian. Suatu ketika ada anak yang jatuh karena berlari sampai-sampai kepalanya berdarah karena terbentur dengan tembok dan dibawa juga ke puskesmas. Tetapi hal itu tidak lantas menghentikannya untuk berhenti bermain dan berlari karena setelah dia sembuh dia bermain dan berlari kembali.
Kejadian tersebut pun “mengelitik” pemikiran saya bahwa sungguh suatu semangat dan antusiasme yang sangat tinggi yang dilakukan oleh anak-anak dalam kegiatan bermain. Pernahkah kita berpikir sebagai pendidik untuk memanfaatkan dunia bermain anak untuk pembelajaran. Dunia anak adalah dunia bermain. Sehingga hal tersebut memberikan pelajaran kepada setiap pendidik yakni orang tua dan guru untuk “mengemas” pembelajaran yang sesuai dengan dunia anak yakni dunia bermain. Bermain yang bertujuan untuk belajar adalah cara belajar terbaik yang sesuai dengan dunia anak. Anak akan terus antusias, enjoy dan happy dalam mengikuti setiap proses pembelajaran yang “dikemas” dalam suasana bermain. Mereka penuh dengan totalitas ketika mengikuti kegiatan bermain. Nah, disinilah tugas para pendidik. Bagaimana mereka bisa membuat pembelajaran yang dikemas seolah-olah anak didiknya sedang bermain? Anak akan selalu antusias bermain padahal secara tidak sadar mereka sedang belajar juga.
Kita sebagai pendidik harus memahami bahwa anak kita senang akan permainan. Sehingga ketika ada anak yang sukanya berlari-lari, bermain, mengacak-ngacak barang-barang dirumah maka jangan memarahinya karena dunia anak adalah dunia bermain. Kodrat kegiatan yang dibawa anak-anak adalah bermain. Orang tua dan guru harus memahami dunia anak. Jangan melarang anak-anak untuk berhenti bermain. Apabila hal itu kita lakukan maka kita telah melawan kodrat anak kita yang senang bermain.
Ada pernyataan menarik dari seorang pendidik yang mengatakan bahwa “Pendidik tersebut sudah melakukan permainan dalam pembelajaran. Tetapi anak-anak malah banyak mainnya, bukan malah belajar”. Kejadian seperti itu memberikan pengertian bahwa sebetulnya pendidik tersebut sudah sukses di tahap awal untuk membuat anak merasa enjoy dan senang. Tantangan selanjutnya adalah pendidik tersebut harus bisa memanage kembali permainannya supaya dapat membelajarkan anak.
Kita sebagai pendidik harus terus membimbing anak dengan ikut bermain bersama anak. Buku karya Bobbi De Porter yang berjudul Quantum Learning mengajarkan kepada pendidik tentang cara mengajar yang efektif yakni dengan masuk ke dunia anak yang mereka sukai supaya mereka senang. Nah, setelah kita sudah masuk ke dunia anak dan mereka sudah merasa senang maka kita sebagai pendidik tinggal mengantarkan dunia anak ke dunia kita. Kita antarkan dunia bermain anak untuk proses pembelajaran. Kita sisipkan pembelajaran disetiap permainan tersebut. Contohnya ketika ada anak yang suka mengacak-ngacak barang di rumah maka kita bisa sisipkan pembelajaran karakter misalnya tanggung jawab. Jadi, setelah anak selesai mengacak-ngacak barang maka kita bisa mengajaknya untuk membereskan kembali barang-barang tersebut ketempatnya masing-masing. Nah, disini anak sudah belajar untuk bertanggung jawab dalam merapikan kembali barang-barangnya. 
Jadi, Bermain yang bertujuan untuk belajar adalah cara belajar terbaik untuk anak. Dunia anak adalah dunia bermain, sehingga jangan heran lagi ketika ada anak di rumah, di sekolah, dikelas ataupun di mana saja banyak melakukan aktivitas bermain. Anak akan merasa terus bersemangat dan antusias ketika mengikuti pembelajaran yang “dikemas” seolah-olah mereka sedang bermain. Itulah pendidikan humanis yang sesuai dengan kodrat anak. Tentunya pendidikan yang memanusiakan manusia.

0 comments:

Post a Comment